RSS

Monthly Archives: May 2017

Resume Materi Rakorda PPLH Provinsi Kaltara

Resume Materi Rakorda PPLH Provinsi Kaltara

Rapat Koordinasi Daerah (Rakorda) Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan (PPLH) Provinsi Kalimantan Utara dilaksanakan pada hari Rabu tanggal 29 Maret 2017 di Gedung Universitas Kaltara Lantai 3 (Jl. Sengkawit, Tanjung Selor) serta Orientasi Lapangan pada hari Kamis – Minggu, 30 Maret – 02 April 2017 di Daerah Istimewa Yogyakarta

 

Materi I

Rencana Aksi Daerah di Dalam Penyusunan dan Pelaporan Data GRK Daerah untuk Mendukung RAN-GRK

(disampaikan oleh Direktorat Jenderal Pengendalian Perubahan Iklim Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan)

Perpres Nomor 71 Tahun 2011 tentang Penyelenggaraan Inventarisasi GRK Nasional

Definisi Inventarisasi GRK:

  • Merupakan kegiatan memperoleh data dan informasi tingkat, status, dan kecenderungan perubahan emisi GRK secara berkala
  • Dari berbagai sumber emisi (source) dan penyerapnya (sink) termasuk simpanan karbon (carbon stock).
  • Meliputi : (1) Pertanian, Kehutanan, Lahan Gambut, dan Penggunaan Lahan Lainnya; (2) Pengadaan dan Penggunaan Energi; (3) Proses Industri dan Penggunaan Produk.; dan (4) Pengelolaan Limbah.

Prinsip Dasar Inventarisasi GRK:

  • Transparan (Transparancy): semua dokumen dan sumber data yang digunakan dalam penyusunan inventarisasi GRK tersedia dan terdokumentasi dengan baik.
  • Akurat (Accuracy): inventori yang disusun harus diupayakan tidak under atau over estimate.
  • Komplit (Completeness): mencakup semua jenis gas dari semua sumber dan rosot, jika tidak diduga harus disertai justifikasi.
  • Konsisten (Consistency): inventarisasi GRK untuk semua tahun menggunakan metode yang sama, sehingga perbedaan emisi antar tahun benar merefleksikan perubahan emisi dari tahun ke tahun.
  • Komparabel (Comparability): Inventarisasi GRK harus dilaporkan sedemikian rupa sehingga dapat diperbandingkan dengan iventarisasi GRK negara lain.

Tugas dan Wewenang Daerah dalam Inventarisasi GRK:

Provinsi:

  • Menyelenggarakan inventarisasi GRK di tingkat provinsi.
  • Mengoordinasikan penyelenggaraan inventarisasi GRK di kabupaten dan kota di wilayahnya.
  • Menunjuk unit pelaksana teknis daerah yang lingkup tugasnya di bidang lingkungan hidup.
  • Melaporkan hasil kegiatan inventarisasi GRK dari kabupaten dan/atau kota kepada Menteri LHK satu kali dalam setahun.

Kabupaten/Kota:

  • Menyelenggarakan inventarisasi GRK di kabupaten dan kota.
  • Menunjuk unit pelaksana teknis daerah yang lingkup tugasnya di bidang lingkungan hidup.
  • Melaporkan hasil kegiatan inventarisasi GRK kepada Gubernur secara berkala, satu kali dalam setahun.

Ilustrasi pengelompokan sektor inventarisasi GRK:

grk1 

Pedoman dan Rujukan Metodologi Inventarisasi GRK:

  • Inventory GRK Nasional Yang disetujui COP:
    • IPCC Guideline 2006 for National GHG Inventories (all parties are encouraged to use).
    • IPCC Guideline Revised 1996 for National GHG Inventories (mandatory for all parties).
    • IPCC Good Practice Guidance and Uncertainty Management in National GHG Inventories 2000 (Mandatory for Annex I Parties and Non-Annex I Parties encouraged to use).
    • IPCC Good Practice Guidance for LUCF 2003 (Mandatory for Annex I Parties and Non-Annex I Parties encouraged to use).
  • WRI 2004a. GHG Protocol – A Corporate Accounting and Reporting Standard.
  • WRI 2004b. GHG Protocol Initiative – GHG Estimation Tools.
  • ISO 14064/14065 GHG Inventory.

Perpres Nomor 61 Tahun 2011 tentang Rencana Aksi Nasional Gas Rumah Kaca (RAN-GRK)

Tujuan Umum:

  • Berkontribusi terhadap upaya global dalam rangka penurunan emisi.

Penjelasan Umum:

  • Terintegrasi dengan Rencana Pembangunan Nasional dan ter- update secara rutin.
  • Kegiatan utama/inti à terintegrasi dengan  berbagai sektor guna penurunan emisi, mencakup 5 (lima) bidang : Pertanian, kehutanan dan lahan gambut, energi dan transportasi, industri, dan limbah; serta aktivitas pendukung untuk memperkuat kerangka kebijakan, peningkatan kapasitas, dan penelitian.
  • Disusun berdasarkan proposal kegiatan dari K/L dan sesuai dengan kegiatan yang telah ada, serta memiliki manfaat tambahan untuk penurunan emisi gas rumah kaca.

Prinsip Dasar:

  • Tidak menghambat pertumbuhan ekonomi.
  • Meningkatkan kesejahteraan rakyat melalui pembangunan yang berkelanjutan.
  • Perlindungan terhadap masyarakat miskin dan rentan.

Ketentuan Umum:

  • RAN-GRK merupakan pedoman bagi Kementerian/Lembaga untuk melakukan perencanaan, pelaksanaan serta monitoring dan evaluasi rencana aksi penurunan emisi GRK; dan bagi Pemerintah daerah dalam menyusun RAD-GRK.
  • RAN-GRK menjadi acuan bagi masyarakat dan pelaku usaha dalam pelaksanaan perencanaan dan pelaksanaan penurunan emisi GRK.
  • Pelaksanaan dan pemantauan RAN-GRK dikoordinasikan oleh Menteri Koordinator Bidang Perekonomian.
  • RAN-GRK dapat dikaji ulang secara berkala (dikoordinasikan oleh Menteri PPN/Kepala Bappenas) dan dilaporkan kepada Menteri Koordinator Perekonomian dengan tembusan kepada Menteri Koordinator Bidang Kesejahteraan Rakyat.
  • Pelaksanaan kegiatan RAN-GRK dilaporkan oleh Menteri/Kepala Lembaga kepada Menteri Koordinator Bidang Perekonomian à tembusan kepada Menteri Koordinator Bidang Kesejahteraan Rakyat, Menteri PPN/Kepala Bappenas, dan Menteri Lingkungan Hidup secara berkala à paling sedikit satu tahun sekali/sewaktu-waktu apabila diperlukan.
  • Sumber dana RAN-GRK bersumber pada APBN, APBD, dan sumber sah lainnya dan tidak mengikat sesuai peraturan perundangan.

Ilustrasi Pembagian Tugas RAN-GRK:

grk2.png

Kehutanan dan Lahan Gambut

Kebijakan:

  • Penurunan emisi GRK sekaligus meningkatkan kenyamanan lingkungan, mencegah bencana, menyerap tenaga kerja, dan menambah pendapatan masyarakat serta negara.
  • Pengelolaan sistem jaringan dan tata air pada rawa.
  • Pemeliharaan jaringan reklamasi rawa (termasuk lahan bergambut yang sudah ada).
  • Peningkatan produktivitas dan efisiensi produksi pertanian pada lahan gambut dengan emisi serendah  mungkin dan mengabsorbsi CO2 secara optimal.

Sasaran:

  • Menekan laju deforestasi dan degradasi hutan untuk menurunkan emisi GRK.
  • Meningkatkan penanaman untuk meningkatkan penyerapan GRK.
  • Meningkatkan upaya pengamanan kawasan hutan dari kebakaran dan pembalakan liar dan penerapan Sustainable Forest Management.
  • Melakukan perbaikan tata air (jaringan) dan blok-blok pembagi, serta menstabilkan elevasi muka air pada jaringan tata air rawa.
  • Mengoptimalisasikan sumberdaya lahan dan air tanpa melakukan deforestasi.
  • Menerapkan teknologi pengelolaan lahan dan budidaya pertanian dengan emisi GRK serendah mungkin dan mengabsorbsi CO2 secara optimal.

Energi dan Transportasi

Kebijakan:

  • Peningkatan penghematan energi.
  • Penggunaan bahan bakar yang lebih bersih (fuel switching).
  • Peningkatan penggunaan energi baru dan terbarukan (EBT).
  • Pemanfaatan teknologi bersih baik untuk pembangkit listrik, dan sarana transportasi.
  • Pengembangan transportasi massal nasional yang rendah emisi, berkelanjutan, dan ramah lingkungan.

Sasaran:

  • Menghemat penggunaan energi final baik melalui penggunaan teknologi yang lebih bersih dan efisien maupun pengurangan konsumsi energi tak terbarukan (fosil).
  • Mendorong pemanfaatan energi baru terbarukan skala kecil dan menengah.
  • (Avoid) – mengurangi kebutuhan akan perjalanan terutama daerah perkotaan (trip demand management) melalui penata-gunaan lahan mengurangi perjalanan dan jarak perjalanan yang tidak perlu.
  • (Shift) – menggeser pola penggunaan kendaraan pribadi (sarana transportasi dengan konsumsi energi yang tinggi) ke pola transportasi rendah karbon seperti sarana transportasi tidak bermotor, transportasi publik, transportasi air.
  • (Improve) – meningkatkan efisiensi energi dan pengurangan pengeluaran karbon pada kendaraan bermotor pada sarana transportasi.

Pertanian

Kebijakan:

  • Pemantapan ketahanan pangan nasional dan peningkatan produksi pertanian dengan emisi GRK yang rendah.
  • Peningkatan fungsi dan pemeliharaan sistem irigasi.

Sasaran:

  • Mengoptimalisasikan sumber daya lahan dan air.
  • Menerapkan teknologi pengelolaan lahan dan budidaya pertanian dengan emisi GRK serendah mungkin dan mengabsorbsi CO2 secara optimal.
  • Menstabilkan elevasi muka air dan memperlancar sirkulasi air pada jaringan irigasi.

Industri

Kebijakan:

  • Peningkatan pertumbuhan industri dengan mengoptimalkan pemakaian energi.

Sasaran:

  • Melaksanakan audit energi khususnya pada industri-industri yang padat
  • Memberikan insentif pada program efisiensi energi.

Limbah

Kebijakan:

  • Meningkatkan pengelolaan sampah dan air limbah domestik

Sasaran:

  • Peningkatan kapasitas kelembagaan dan peraturan di daerah (Perda).
  • Peningkatan pengelolaan air limbah di perkotaan.
  • Pengurangan timbulan sampah melalui 3R (reduce, reuse, recycle).
  • Perbaikan proses pengelolaan sampah di Tempat Pemrosesan Akhir (TPA).
  • Peningkatan/pembangunan/rehabilitasi TPA.
  • Pemanfaatan limbah/sampah menjadi produksi energi yang ramah lingkungan

Pelaksanaan Pemantauan, Evaluasi, dan Pelaporan RAN/RAD-GRK

Tujuan:

  • Mengetahui capaian pelaksanaan kegiatan RAN-GRK dan RAD-GRK;
  • Meningkatkan efisiensi pengumpulan data dan informasi pelaksanaan kegiatan dalam upaya pencapaian target penurunan emisi dan penyerapan GRK;
  • Menyiapkan bahan evaluasi untuk pengambilan kebijakan/tindakan yang diperlukan dalam rangka penyempurnaan pelaksanaan RAN-GRK dan RAD-GRK di tahun-tahun berikutnya;
  • Menyediakan laporan tahunan capaian penurunan emisi GRK

Pelaksana:

  • Koordinator Umum à Menteri Koordinator Bidang Perekonomian.
  • Koordinator Teknis à Menteri PPN/Kepala BAPPENAS Berdasarkan hasil PEP dari RAN-GRK dan RAD-GRK, Menteri PPN/Kepala BAPPENAS melakukan koordinasi kaji ulang sedangkan Menteri LH melakukan koordinasi verifikasi capaian penurunan emisi GRK.
  • Pejabat pelaksana kegiatan PEP RAN-GRK di tingkat nasional à Menteri/Kepala Lembaga terkait.
  • Pejabat pelaksana dan koordinator PEP RAD-GRK di wilayah provinsi à Gubernur
  • Pejabat pelaksana kegiatan PEP RAD-GRK per bidang di wilayah provinsi (termasuk kabupaten/kota) à Kepala SKPD tingkat Provinsi sesuai bidang terkait à Dikoordinasikan oleh Bappeda/BLH (Pokja RAD-GRK).

Pelaporan:

  • Terdiri atas: 1. Rencana dan Realisasi Aksi Mitigasi; 2. Anggaran (Target, Realisasi, Sumber pendanaan dll); dan 3. Hasil Penurunan Emisi GRK (Target, Realisasi dll).
  • Periode laporan pelaksanaan setiap 1 tahun.
  • Disertai dengan narasi/penjelasan mengenai masalah/kendala serta langkah penyelesaiannya.

Sistem Registri Nasional Pengendalian Perubahan Iklim (SRN PPI)

Pendahuluan:

  • Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) sebagai National Focal Point UNFCCC telah melakukan Launching Sistem Registri Nasional Pengendalian Perubahan Iklim (SRN PPI) untuk pendataan aksi dan sumber daya adaptasi dan mitigasi perubahan yang mengikuti kaidah clarity, transparency, dan understanding (CTU).
  • Launching SRN oleh Menteri Lingkungan LHK di Jakarta tanggal 1 Nopember 2016.
  • Launching SRN oleh Dirjen PPI, tangal 16 Nopember 2016 di Pavilion Indonesia COP 22 Marrakech-Maroko.
  • Dapat diakses melalui koneksi internet dengan alamat:

http://www.ditjenppi.menlhk.go.id/srn

Pengertian:

  • Sistem pengelolaan dan penyediaan data dan informasi berbasis web tentang aksi dan sumber daya untuk Adaptasi dan Mitigasi perubahan iklim di Indonesia.

Tujuan:

  • Pendataan aksi dan sumber daya Adaptasi dan Mitigasi perubahan iklim di Indonesia.
  • Pengakuan pemerintah atas kontribusi berbagai pihak terhadap upaya pengendalian perubahan iklim di Indonesia.
  • Penyediaan data dan informasi kepada publik tentang aksi dan sumber daya Adaptasi dan Mitigasi serta capaiannya.
  • Menghindari penghitungan ganda (double counting) terhadap aksi dan sumber daya Adaptasi dan Mitigasi sebagai bagian pelaksanaan prinsip clarity, transparency, dan understanding (CTU).

Gambaran Umum Alur SRN PPI:

srnppi1

Model Pengembangan Sistem dan Akses ke SRN:

  • Sistem dibangun agar bisa digunakan secara mudah dengan perangkat seperti komputer, laptop, tablet maupun smartphone.
  • Sistem dirancang dengan teknologi berbasis web agar dapat diakses dengan mudah oleh masyarakat dan penanggung jawab aksi.
  • Sistem ditempatkan di dalam ruang server yang dikelola secara professional dengan internet dan listrik yang terjamin 24 jam.

Alur Proses:

srnppi2

Materi II

Kriteria Penilaian Peringkat Kinerja Perusahaan (PROPER) Industri dan Pertambangan

(disampaikan oleh Direktorat Pemulihan Kerusakan Lahan Akses Terbuka, Dirjen Pengendalian Pencemaran dan Kerusakan Lingkungan, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan)

Pendahuluan

  • Instrumen untuk mendorong pentaatan dan Peningkatan kinerja perusahaan dalam pengelolaan lingkungan hidup, melalui penyebaran informasi kepada publik dan stakeholder (public information disclosure).
  • Peringkat PROPER terdiri dari 5 (lima) peringkat warna yang menggambarkan insentif dan disinsentif reputasi.
  • PROPER merupakan instrumen kebijakan alternatif untuk meningkatkan tingkat penaatan perusahaan dan mengurangi tingkat pencemaran melalui mekanisme penyebaran tingkat kinerja penaatan perusahaan secara nasional.

Acuan Penilaian Peraturan Pemerintah

proper1

Diagram Alir Pelaksanaan PROPER

proper2

Prinsip Dasar Penilaian PROPER

proper3

Pelaksanaan Dokumen Lingkungan / Izin Lingkungan

BIRU

  1. Memiliki dokumen lingkungan/izin lingkungan;
  2. Melaksanakan ketentuan dalam dokumen lingkungan/izin lingkungan:
    1. Luasan area dan kapasitas produksi masih sesuai Dokumen Lingkungan/Izin Lingkungan,
    2. Jika pengelolaan lingkungan terutama aspek pengendalian pencemaran air, pengendalian pencemaran udara, dan Pengelolaan LB3 memiliki dasar ketentuan dalam AMDAL/UKL-UPL/RKL-RPL/Laporan pelaksanaan UKL-UPL.
  3. Melaporkan pelaksanaan dokumen lingkungan/izin lingkungan (terutama aspek pengendalian pencemaran air, pengendalian pencemaran udara, dan Pengelolaan LB3).

MERAH

  1. Tidak melaksanakan ketentuan dalam dokumen lingkungan/izin lingkungan:
    1. Luasan area dan/atau kapasitas produksi tidak sesuai Dokumen Lingkungan/izin lingkungan,
    2. Jika Pengelolaan lingkungan terutama aspek pengendalian pencemaran air, pengendalian pencemaran udara, dan Pengelolaan LB3 tidak memiliki dasar ketentuan dalam AMDAL/UKL-UPL/RKL-RPL/Laporan pelaksanaan UKL-UPL.
  2. Tidak melaporkan pelaksanaan dokumen lingkungan/izin lingkungan (terutama aspek pengendalian pencemaran air, pengendalian pencemaran udara, dan Pengelolaan LB3).

HITAM

  • Tidak memiliki dokumen lingkungan.

Aspek Penilaian Pengendalian Pencemaran Air

  1. Ketaatan terhadap Izin IPLC:
  • Mempunyai izin pembuangan air limbah ke badan air/laut/aplikasi pada lahan
  • Izin dalam proses akhir akhir (persyaratan izin sudah lengkap)
  1. Ketaatan terhadap Titik Penaatan:
    • lokasi yang dijadikan acuan untuk pemantauan dalam rangka penaatan baku mutu air limbah.
  2. Ketaatan terhadap ParameterBaku Mutu Air Limbah:
  • 100% parameter baku mutu air limbah dipantau.
  • > 90% parameter dipantau khusus untuk industri sawit yang menerapkan aplikasi lahan (pH dan BOD harus terpantau).
  • Melakukan pengukuran parameter baku mutu air limbah harian sesuai jenis industrinya.
  • Menghitung beban pencemaran.
  1. Ketaatan terhadap Pelaporan Data per Parameter:
  • ≥ 90% data dilaporkan secara lengkap sesuai dengan persyaratan.
  • > 90% data pemantauan rata-rata harian dalam 1 bulan tersedia dari seluruh data pemantauan dalam 1 tahun.
  1. Ketaatan terhadap Pemenuhan Baku Mutu:
    • Data swapantau
    • ≥ 90% data pemantauan memenuhi baku mutu.
    • ≥ 95% data pemantauan parameter harian memenuhi baku mutu.
    • ≥ 95% data pemantauan parameter TSS dan kekeruhan kegiatan offshore memenuhi baku mutu dan titik penaatan  ambien sesuai dengan dokumen lingkungan.
    • ≥ 90% memenuhi ketaatan beban pencemaran.
    • 100% data pemantauan Tim PROPER memenuhi baku mutu.
  2. Ketaatan terhadap Ketentuan Teknis:
  • Menggunakan jasa laboratorium (eksternal atau internal) terakreditasi atau ditunjuk oleh Gubernur
  • Memisahkan saluran aliran limbah dengan limpasan air hujan
  • Membuat saluran air limbah kedap air
  • Memasang alat pengukur debit
  • Tidak melakukan pengenceran
  • Tidak melakukan by pass
  • Memenuhi seluruh ketentuan yang dipersyaratkan dalam sanksi administrasi
  • Untuk industri kelapa sawit yang melakukan aplikasi lahan harus memenuhi ketentuan teknis sesuai KepMenLH No. 28 Tahun 2003

Aspek Penilaian Pengendalian Pencemaran Udara

  1. Ketaatan terhadap Sumber Emisi dan Ambien:
  • Memantau 100% seluruh cerobong emisi.
  • Memantau udara ambien sesuai dokumen lingkungan.
  1. Ketaatan terhadap Parameter Baku Mutu:
    • Memantau 100% parameter sesuai peraturan.
  2. Ketaatan terhadap Jumlah Data per Parameter yang dilaporkan:
  • Melaporkan Secara Periodik :
  • Data pemantauan CEMS, setiap 3 bulan tersedia data ≥75% dari seluruh data pemantauan, dengan pengukuran harian minimal 18 jam.
  • Data pemantauan manual sesuai dengan peraturan yang berlaku selama periode penilaian.
  • Melaporkan hasil perhitungan beban emisi #kriteria baru 2017.
  • Melaporkan hasil perhitungan efesiensi kinerja pembakaran dari setiap sumber emisi #kriteria baru 2017.
  1. Ketaatan terhadap Pemenuhan Baku Mutu Emisi Udara:
  • Memenuhi BME Konsentrasi untuk:
  • Data hasil pemantauan CEMS memenuhi ≥ 95% ketaatan dari data rata-rata harian yang dilaporkan dalam kurun waktu 3 bulan waktu operasi.
  • Pemantauan manual memenuhi baku mutu 100% tiap sumber emisi.
  • Memenuhi BM beban emisi sesuai peraturan.
  1. Ketaatan terhadap Ketentuan Teknis:
  • Menaati semua persyaratan teknis cerobong
  • Bagi industri yang wajib memasang CEMS, peralatan CEMS beroperasi normal.
  • Semua sumber emisi non fugitive emisi harus dibuang melalui cerobong.
  • Menggunakan jasa laboratorium yang terakreditasi atau yang ditunjuk oleh Gubernur.
  • Memenuhi sanksi administrasi sampai batas waktu yang ditentukan.
  • Jika CEMS rusak wajib melaksanakan pemantauan manual setiap 3 bulan sekali selama 1 tahun periode penilaian.
  • Peralatan CEMS wajib memiliki sistem jaminan mutu (Quality Assurance) dan Pengendalian Mutu (Quality Control) #kriteria baru 2017.
  • Pengukuran emisi dilakukan sesuai dengan peraturan yang berlaku (isokinetik) #kriteria baru 2017.
  • Melakukan audit energi bagi perusahaan dengan konsumsi energi ≥6000 TOE/tahun #kriteria baru 2017.

Aspek Penilaian Pengendalian Kerusakan Lahan Pertambangan

  1. Aspek Manajemen

K1. Perencanaan:

  • Menyediakan peta rencana dengan skala > 1:2000 yang mendapat persetujuan dari manajemen terkait.
  • Konsisten dgn rencana yg sudah ditetapkan.

K2. Kesinambungan Tahapan:

  • Tidak meninggalkan lahan terbuka terlalu lama.
  1. Aspek Teknis

K3. Stabilitas Geoteknik:

  • Mengatur ketinggian dan kemiringan lereng/jenjang agar
  • Acuan adalah kestabilan lereng dalam kajian FS.

K4. Potensi Pencemaran (AAT):

  • Mengidentifikasi potensi pembentukan AAT setiap jenis batuan  dan penyusunan strategi pengelolaan  batuan penutup.

K5. Erosi:

  • Membuat dan memelihara sarana pengendali erosi.
  • Membuat sistem penyaliran (drainage) yang baik supaya kualitas air limbah memenuhi baku mutu.

K6. Kebencanaan:

  • Memilih daerah timbunan dengan resiko kebencanaan paling kecil.

Penilaian

  • Nilai Total yang didapat untuk masing-masing tahapan memberikan kesimpulan dan status pengelolaan lingkungan untuk aspek pengendalian kerusakan lahan pertambangan.
  • Kriteria dibedakan menjadi :
  • Tidak Potensi Rusak ( X ≥ 😯 )        : BIRU
  • Potensi Rusak Ringan ( 55 ≤ X < 😯 ) : MERAH
  • Potensi Rusak Berat ( X < 55)         : HITAM

Materi III

Pengenalan Sistem Manifes Limbah B3 Secara Elektronik

(disampaikan oleh Direktorat Verifikasi Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun dan Limbah Non Bahan Berbahaya dan Beracun)

Manifes Online

Aplikasi berbasis web yang digunakan untuk :

  • Proses pengajuan manifes limbah B3 secara online.
  • Proses approval manifes secara online.
  • Proses pencetakan form manifes secara online.
  • Proses pelaporan ke KLHK secara online.

Fase Perubahan via Manifes Elektronik (Festronik)

Tools:

  • Aplikasi terbangun
  • Peraturan Dirjen Tentang Uji Coba Manifes Elektronik Pengangkutan Limbah B3
  • Surat Edaran Dirjen Tentang Pelaksanaan Uji Coba Manifes Elektronik Pengangkutan Limbah B3

Progress:

  • Permohonan hak akses sudah dapat diterima KLHK
  • Sudah diberikan hak akses sebanyak 550 yang terdiri dari: 89 hak akses untuk penerima, 237 untuk pengirim, dan 224 untuk pengangkut
  • Pelatihan

To Do:

  • Penyebarluasan ke pihak pengguna
  • Optimalisasi aplikasi:
    • Hak akses BLH kab/kota dan Provinsi
    • Hak akses Penilaian Kinerja
    • Modul pelaporan
    • Integrasi Server

Pengangkutan Limbah B3 (Pergerakan Manifes LB3)

lb31

Bagan Alir Perjalanan Festronik

lb32

Akses ke Sistem Festronik

lb33

Tata Cara Permohonan Festronik Limbah B3

  • Untuk mendapatkan hak akses masuk ke sistem Festronik
  • Mengajukan permohonan tertulis.
  • Melakukan pendaftaran hak akses secara online di menlhk.go.id
  • Pemohon mendapat informasi mengenai persetujuan hak akses FESTRONIK

Persyaratan untuk Mendapatkan Hak Akses

Pengirim Limbah B3:

  • Identitas pemohon;
  • Fotokopi Akta Pendirian Badan Usaha;
  • Fotokopi Izin Lingkungan; dan
  • Surat Kuasa penunjukan administrator.

Pengangkut Limbah B3:

  • Identitas pemohon;
  • Fotokopi Akta Pendirian Badan Hukum terbaru;
  • Fotokopi Surat Rekomendasi Pengangkutan Limbah B3 yang masih berlaku;
  • Fotokopi Izin Pengangkutan Limbah B3;
  • Surat Kuasa penunjukan administrator.

Penerima Limbah B3:

  • Fotokopi Identitas pemohon;
  • Fotokopi Akta Pendirian Badan Usaha yang terbaru;
  • Fotokopi Izin Pengelolaan Limbah B3; dan
  • Surat Kuasa penunjukan administrator.

Diagram Alir Hak Akses

lb34

Diagram Alir Pengajuan Manifes Online

lb35

Input Aplikasi

  • Input aplikasi sesuai dengan Form Manifes Manual.
  • Data input terbagi menjadi 4, yaitu :
  • Pengirim Limbah,
  • Jenis Limbah dan Kemasan,
  • Pengangkut Limbah,
  • Penerima Limbah.

Output Aplikasi

  • Form Cetakan Manifes yang sudah disetujui Stakeholder.
  • Rekapitulasi dan History data pengiriman dan Penerimaan manifes.
  • Pelaporan manifes ke Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan.

Tata Cara Pengisian

  • Tata cara pengisian dan persetujuan bagian I dilakukan dengan ketentuan:
    1. pengisian data dilakukan oleh Pengangkut Limbah B3;
    2. dalam hal terjadi ketidaksesuaian data sebagaimana dimaksud pada huruf a, pengirim Limbah B3 dapat meminta Pengangkut Limbah B3 untuk melakukan perubahan data; dan
    3. persetujuan dilakukan oleh pengirim Limbah B3 dengan cara menyetujui data sebagaimana dimaksud pada huruf a atau huruf b.
  • Tata cara pengisian dan persetujuan bagian II dilakukan dengan ketentuan:
    1. pengisian data dilakukan oleh Pengangkut pertama Limbah B3;
    2. dalam hal terjadi ketidaksesuaian data sebagaimana dimaksud pada huruf a, Pengangkut Limbah B3 kedua dan selanjutnya dapat meminta Pengangkut Limbah B3 untuk melakukan perubahan data; dan
    3. persetujuan dilakukan oleh Pengangkut Limbah B3 kedua dan selanjutnya dengan cara menyetujui data sebagaimana dimaksud pada huruf a atau huruf b.
  • Tata cara pengisian dan persetujuan bagian III dilakukan dengan ketentuan:
    1. pengisian data dilakukan secara otomatis oleh sistem;
    2. dalam hal terjadi ketidaksesuaian data sebagaimana dimaksud pada huruf a, penerima Limbah B3 dapat menolak manifes dan memberikan keterangan penolakan manifes;
    3. persetujuan dilakukan oleh penerima Limbah B3 dengan cara menyetujui data sebagaimana dimaksud pada huruf a.

Pencabutan Hak Akses Festronik

  • habis masa berlakunya – Izin PLB3,
  • terbukti melakukan pelanggaran – penyalahgunaan hak akses; dan
  • permintaan penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan pengguna Festronik.

Tujuan Penerapan Festronik

  • Mempercepat proses administrasi pengiriman Limbah B3.
  • Memastikan penerimaan Limbah B3 kepada Pengelola Limbah B3 yang legal.
  • Pemantauan Pengiriman Limbah B3 oleh Penghasil Limbah B3.
  • Penyederhanaan aplikasi manifes manual, terutama antar moda.
  • Mempercepat proses pelaporan pengiriman Limbah B3.
  • Memudahkan pembuatan Laporan Limbah B3.
  • Membantu proses penyusunan Neraca LimbahB3.
  • Memudahkan sistem pemantauan dan pengawasan pengiriman Limbah B3.
  • Mengurangi beban ekonomi atas penerbitan stiker QR Code.

Contact

Website: http://www.festronik.menlhk.go.id

E-mail: festronik@menlhk.go.id

URL Aplikasi Training (Login untuk Ujicoba)

http://festronik.menlhk.go.id/training

URL Aplikasi Real Production (Login Utama)

http://festronik.menlhk.go.id

ORIENTASI LAPANGAN

Kunjungan I

Jpeg

Kantor Badan Lingkungan Hidup (BLH) DIY

Jl. Tentara Rakyat Mataram No. 53, Yogyakarta

Perda DIY No. 3 Tahun 2015 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup

Ketentuan Umum PPLH, antara lain:

  1. Lingkungan Hidup adalah kesatuan ruang dengan semua benda, daya, keadaan, dan makhluk hidup, termasuk manusia dan perilakunya, yang mempengaruhi alam itu sendiri, kelangsungan peri kehidupan, dan kesejahteraan manusia serta makhluk hidup lain.
  2. Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, yang selanjutnya disingkat PPLH, adalah upaya sistematis dan terpadu yang dilakukan untuk melestarikan fungsi lingkungan hidup dan mencegah terjadinya pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup yang meliputi perencanaan, pemanfaatan, pengendalian, pemeliharaan, pengawasan dan penegakan hukum.
  3. Ekoregion adalah wilayah geografis yang memiliki kesamaan ciri iklim, tanah, air, flora, dan fauna asli, serta pola interaksi manusia dengan alam yang menggambarkan integritas sistem alam dan lingkungan hidup.
  4. Ekosistem adalah tatanan unsur lingkungan hidup yang merupakan kesatuan utuh-menyeluruh dan saling mempengaruhi dalam membentuk keseimbangan, stabilitas, dan produktivitas lingkungan hidup.
  5. Rencana Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, yang selanjutnya disebut RPPLH, adalah perencanaan tertulis yang memuat potensi, masalah lingkungan hidup, serta upaya perlindungan dan pengelolaannya dalam kurun waktu tertentu.
  6. Pelestarian Fungsi Lingkungan Hidup adalah rangkaian upaya untuk memelihara kelangsungan daya dukung dan daya tampung lingkungan.
  7. Pencemaran Lingkungan Hidup adalah masuk atau dimasukkannya makhluk hidup, zat, energi, dan/atau komponen lain ke dalam lingkungan hidup oleh kegiatan manusia, sehingga melampaui baku mutu lingkungan hidup yang telah ditetapkan.
  8. Kerusakan Lingkungan Hidup adalah perubahan langsung dan/atau tidak langsung terhadap sifat fisik, kimia, dan/atau hayati lingkungan hidup, yang melampaui kriteria baku kerusakan lingkungan hidup.
  9. Daya Dukung Lingkungan Hidup adalah kemampuan lingkungan untuk mendukung perikehidupan manusia, makhluk hidup lain, dan keseimbangan antar keduanya.
  10. Daya Tampung Lingkungan Hidup adalah kemampuan lingkungan untuk menyerap zat, energi, dan/atau komponen lain yang masuk atau dimasukkan ke dalamnya.
  11. Kajian Lingkungan Hidup Strategis, yang selanjutnya disebut KLHS adalah rangkaian analisis yang sistematis, menyeluruh, dan partisipatif untuk memastikan bahwa prinsip pembangunan berkelanjutan telah menjadi dasar dan terintegrasi dalam pembangunan suatu wilayah dan/atau kebijakan, rencana, dan/atau program.
  12. Kebijakan, Rencana, dan/atau Program, yang selanjutnya disingkat KRP, adalah dokumen dalam bentuk rancangan atau telah berstatus hukum yang memuat tindakan pemerintahan untuk menyelenggarakan urusan pemerintahan tertentu termasuk didalamnya urusan perencanaan tata ruang serta rencana pembangunan.
  13. Rencana Tata Ruang Wilayah DIY, yang selanjutnya disingkat RTRW DIY, adalah hasil perencanaan kesatuan ruang geografis beserta segenap unsur terkait yang batas dan sistemnya ditentukan berdasarkan aspek administratif dan/atau aspek fungsional.
  14. Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah, yang selanjutnya disingkat RPJPD, adalah dokumen perencanaan pembangunan untuk periode 20 (dua puluh) tahun.
  15. Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah, yang selanjutnya disingkat RPJMD, adalah dokumen perencanaan pembangunan untuk periode 5 (lima) tahun.
  16. Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Hidup yang selanjutnya disebut Amdal adalah kajian mengenai dampak penting suatu usaha dan/atau kegiatan yang direncanakan pada lingkungan hidup yang diperlukan bagi proses pengambilan keputusan tentang penyelenggaraan usaha dan/atau kegiatan.
  17. Upaya Pengelolaan Lingkungan Hidup dan Upaya Pemantauan Lingkungan Hidup, yang selanjutnya disebut UKL-UPL, adalah pengelolaan dan pemantauan terhadap usaha dan/atau kegiatan yang tidak berdampak penting terhadap lingkungan hidup, yang diperlukan bagi proses pengambilan keputusan tentang penyelenggaraan usaha dan/atau kegiatan.
  18. Perubahan Iklim adalah berubahnya iklim yang diakibatkan langsung atau tidak langsung oleh aktivitas manusia sehingga menyebabkan perubahan komposisi atmosfir secara global dan perubahan variabilitas iklim alamiah yang teramati pada kurun waktu yang dapat dibandingkan.

….

Tujuan PPLH :

  1. mewujudkan upaya perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup yang konsisten dan konsekuen, untuk mencegah terjadinya penurunan kualitas lingkungan hidup;
  2. menumbuhkan kesadaran masyarakat dan pelaku usaha dalam kegiatan PPLH;
  3. melestarikan fungsi lingkungan hidup melalui upaya mencegah, menanggulangi, dan memulihkan lingkungan hidup yang tercemar dan/atau rusak;
  4. memelihara lingkungan hidup melalui upaya konservasi, pencadangan dan/atau pelestarian fungsi atmosfir terhadap perubahan iklim; dan
  5. memberikan kepastian hukum bagi setiap usaha dan kegiatan yang menimbulkan dampak terhadap lingkungan hidup.

Penjelasan

Umum:

  • Pembangunan di Daerah Istimewa Yogyakarta yang dinamis dengan meningkatnya berbagai usaha dan kegiatan mengakibatkan terjadinya perubahan ekologi yang cepat ternyata telah berdampak merusak lingkungan hidup. Meningkatnya pencemaran air, pencemaran udara, kerusakan lahan, dan tanah merupakan dampak dari pembangunan yang tidak memperhatikan perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup.
  • Dari hasil inventarisasi permasalahan lingkungan hidup di Daerah Istimewa Yogyakarta yang dilakukan Pemerintah Daerah Daerah Istimewa Yogyakarta diperoleh beberapa permasalahan lingkungan hidup yaitu: pencemaran air tanah, pencemaran udara, permasalahan sampah, kerusakan lahan akibat penambangan galian golongan C, kerusakan kawasan pantai akibat abrasi dan alih fungsi lahan, dan semakin menurunnya keanekaragaman hayati.
  • Kualitas air tanah dan air permukaan Daerah Istimewa Yogyakarta mengalami penurunan, terutama di wilayah perkotaan diperkirakan terus mengalami ancaman pencemaran seiring terus bertambahnya jumlah penduduk serta berkembannya usaha atau kegiatan masyarakat. Sumber pencemaran air berasal dari limbah rumah tangga, peternakan, dan industri yang masih banyak membuang limbahnya langsung ke sungai tanpa diolah lebih dulu. Kondisi tersebut akibat masih kurangnya pemahaman, pengetahuan, dan ketrampilan dari berbagai pihak terkait dengan permasalahan pencemaran air tanah dan air permukaan.
  • Pencemaran udara di Daerah Istimewa Yogyakarta terutama di wilayah perkotaan yang ditunjukkkan dengan semakin mningkatnya kadar polutan udara untuk parameter CO2, NO2, HC, dan partikulat sebagai akibat meningkatnya usaha/kegiatan masyarakat dan juga bertambah pesatnya jumlah kendaraan bermotor baik roda empat maupun roda dua, serta akibat kondisi emisi gas buang dari kendaraan angkutan umum, terutama yang masih belum memenuhi baku mutu emisi gas buang menjadi penyebab memburuknya kualitas udara pada ruas-ruas jalan terutama di lokasi padat lalu-lintas, meskipun sampai saat ini kualitas udara ambien di Daerah Istimewa Yogyakarta relatif masih jauh di bawah baku mutu udara ambien yang ditetapkan.
  • Kerusakan lahan akibat penambangan galian golongan C terjadi di wilayah pesisir seperti di pantai selatan Kabupaten Kulon Progo yang mempunyai potensi pasir besi meliputi Kecamatan Galur, Panjatan, Wates, dan Temon yang terdiri atas 10 desa wilayah pesisir yaitu Desa Kranggan, Banaran, Karangsewu, Bugel, Pleret, Karangwuni, Glagah, Palihan, Sindutan, dan Jangkar. Di pantai wilayah Kabupaten Gunung Kidul terjadi penambangan pasir putih pada sempadan pantai. Penambangan galian golongan C juga terjadi pada kawasan perbukitan karst di Kabupaten Gunung Kidul. Sedangkan di Kabupaten Bantul dan Kabupaten Sleman marak terjadi penambangan pasir pada wilayah terlarang dan tidak melakukan upaya reklamasi pasca penambangan.
  • Kerusakan kawasan pantai akibat abrasi kawasan pantai selatan yang berada di Kabupaten Bantul terutama di kecamatan Srandakan, Sanden, dan Kretek dengan garis pantai kurang lebih 12 Km. Rusaknya ekosistem pantai dikhawatirkan mendorong terjadinya abrasi pantai. Dari ketiga kawasan pantai tersebut saat ini telah mengalami abrasi walaupun tingkat kerusakannya berbeda-beda. Pantai Parangtritis tingkat abrasinya lebih kecil dibandingkan dengan Pantai Samas, Pandansimo dan Kuwaru. Hal ini disebabkan adanya gumuk pasir yang lebih banyak dibandingkan dengan pantai lainnya sehingga dapat menghalangi terjadinya gelombang pasang. Abrasi terbesar tahun 2011 terjadi di pantai Kuwaru, Srandakan yang mengikis habis bangunan pelestari penyu, mercu suar, dan hanyutnya cemara udang. Akan tetapi keberadaan gumuk pasir juga mulai terancam adanya kegiatan lain yang ada di pesisir pantai selatan Bantul, padahal gumuk pasir ini merupakan laboratorium alam dan kekayaan alam yang sangat urgen untuk dilestarikan keberadaannya.
  • Kelembagaan dan kebijakan dalam pengelolaan lingkungan hidup selama ini menunjukkan kesungguhan komitmen Pemerintah Daerah Daerah Istimewa Yogyakarta dalam upaya memperbaiki lingkungan hidupnya. Komitmen Pemerintah Daerah Daerah Istimewa Yogyakarta di bidang pengelolaan lingkungan hidup cukup tampak nyata, terutama dengan misinya menjadi Provinsi Ramah lingkungan. Sebagai bukti kesungguhan komitmen Pemerintah Daerah Daerah Istimewa Yogyakarta dalam mengupayakan dan memperbaiki lingkungan hidup, telah ditetapkan Peraturan Bersama Gubernur, Kapolda, Kajati, PPEJ dalam penegakan hukum, yaitu Peraturan Bersama Gubernur DIY, Kepala Kejaksaan Tinggi DIY, Kepala Kepolisian daerah DIY dan Kepala Pusat Pengelolaan Lingkungan Hidup Regional Jawa Nomor 25 Tahun 2006, Kep 76/04.1/09/06,B/2836/X/2006, Kep 23/PPLH Reg.4/09/2006 tentang Penegakan Hukum Lingkungan Hidup Terpadu. Hanya saja kelembagaan dan kebijakan di bidang pengelolaan lingkungan tersebut masih mendapat tantangan yang berat untuk menciptakan lingkungan hidup yang baik di Yogyakarta.

Pasal per pasal:

  • Yang dimaksud dengan dampak dan resiko lingkungan hidup meliputi:
    1. perubahan iklim;
    2. kerusakan, kemerosotan, dan/atau kepunahan keanekaragaman hayati;
    3. peningkatan intensitas dan cakupan wilayah bencana banjir, longsor, kekeringan, dan/atau kebakaran hutan dan lahan;
    4. penurunan mutu dan kelimpahan sumber daya alam;
    5. peningkatan alih fungsi kawasan hutan dan/atau lahan;
    6. peningkatan jumlah penduduk miskin atau terancamnya keberlanjutan penghidupan sekelompok masyarakat; dan
    7. peningkatan resiko terhadap kesehatan dan keselamatan manusia.
  • Kriteria perubahan yang berpengaruh terhadap lingkungan hidup meliputi :
    1. perubahan dalam penggunaan alat-alat produksi yang berpengaruh terhadap lingkungan hidup;
    2. penambahan kapasitas produksi;
    3. perubahan spesifikasi teknik yang memengaruhi lingkungan;
    4. perubahan sarana Usaha dan/atau Kegiatan;
    5. perluasan lahan dan bangunan Usaha dan/atau Kegiatan;
    6. perubahan waktu atau durasi operasi Usaha dan/atau Kegiatan;
    7. Usaha dan/atau kegiatan di dalam kawasan yang belum tercakup di dalam Izin Lingkungan;
    8. terjadinya perubahan kebijakan pemerintah yang ditujukan dalam rangka peningkatan perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup; dan
    9. terjadi perubahan lingkungan hidup yang sangat mendasar akibat peristiwa alam atau karena akibat lain, sebelum dan pada waktu Usaha dan/atau Kegiatan yang bersangkutan dilaksanakan.

Perda DIY No. 4 Tahun 2015 tentang Pelestarian Habitat Alami

Ketentuan Umum, antara lain:

  1. Habitat Alami adalah lingkungan tempat satwa dan tumbuhan dapat hidup dan berkembang secara alami.
  2. Pelestarian Habitat Alami adalah upaya dinamis untuk mempertahankan keberadaan Habitat Alami dan nilainya dengan cara melindungi, mengembangkan, dan memanfaatkannya.
  3. Habitat Alami In Situ adalah lingkungan tempat satwa dan tumbuhan dapat hidup dan berkembang secara alami di tempat aslinya.
  4. Habitat Alami Ek Situ adalah lingkungan tempat yang dibentuk oleh manusia sebagai tempat satwa dan tumbuhan dapat hidup dan berkembang secara alami.
  5. Ekosistem adalah hubungan timbal balik antara unsur dalam alam baik hayati maupun non hayati yang saling tergantung dan pengaruh-mempengaruhi.
  6. Keanekaragaman Hayati adalah keanekaragaman makhluk hidup di muka bumi dan peranan ekologisnya yang meliputi keanekaragaman ekosistem, keanekaragaman spesies, dan keanekaragaman genetik.
  7. Satwa adalah semua jenis sumber daya alam hewani yang hidup di darat, air, dan udara.
  8. Tumbuhan adalah semua jenis sumber daya alam nabati yang hidup di darat dan air.
  9. Pelindungan adalah upaya mencegah dan menanggulangi dari kerusakan, kehancuran, atau kemusnahan Habitat Alami dengan cara melakukan konservasi dan rehabilitasi.
  10. Pengembangan adalah peningkatan kualitas, kuantitas, informasi, dan promosi Habitat Alami melalui Penelitian, Revitalisasi, dan Adaptasi secara berkelanjutan serta tidak bertentangan dengan tujuan Pelestarian.
  11. Pemanfaatan adalah pendayagunaan Habitat Alami untuk kepentingan masyarakat dengan tetap mempertahankan kelestariannya.
  12. Inventarisasi adalah kegiatan pencatatan dan/atau pengumpulan data Habitat Alami dan Keanekaragaman Hayati.
  13. Identifikasi adalah penentuan atau penetapan identitas Habitat Alami dan Keanekaragaman Hayati.
  14. Penetapan adalah pemberian status tempat satwa dan tumbuhan sebagai Habitat Alami oleh Pemerintah Daerah berdasarkan rekomendasi dari Tim Habitat Alami.
  15. Konservasi adalah upaya melakukan pemeliharaan Habitat Alami In Situ dan pembentukan Habitat Alami Ek Situ.
  16. Rehabilitasi adalah upaya pemulihan kembali terhadap Habitat Alami yang mengalami kerusakan atau penurunan fungsi dan kualitasnya.
  17. Penelitian adalah kegiatan ilmiah yang dilakukan menurut kaidah dan metode yang sistematis untuk memperoleh informasi, data, dan keterangan bagi kepentingan Pelestarian Habitat Alami, ilmu pengetahuan, dan pengembangan budaya.
  18. Revitalisasi adalah kegiatan pengembangan yang ditujukan untuk menumbuhkan kembali nilai-nilai penting Habitat Alami dengan penyesuaian fungsi ruang baru yang tidak bertentangan dengan prinsip Pelestarian dan nilai budaya masyarakat.
  19. Adaptasi adalah upaya pengembangan Habitat Alami untuk kegiatan yang lebih sesuai dengan kebutuhan masa kini dengan melakukan perubahan terbatas yang tidak akan mengakibatkan kemerosotan nilai pentingnya atau kerusakan pada bagian yang mempunyai nilai penting.

Tujuan pengaturan pelestarian Habitat Alami adalah:

  1. melindungi, mengembangkan, dan memanfaatkan Habitat Alami secara lestari dan berkelanjutan;
  2. melindungi satwa dan tumbuhan yang hidup di Habitat Alami;
  3. menciptakan sinergi antara Pemerintah, Pemerintah Daerah, Pemerintah Kabupaten/Kota, dan Pemerintah Desa dalam Pengelolaan Habitat Alami;
  4. memberikan pedoman kepada Pemerintah Kabupaten/Kota dalam melakukan Pelestarian Habitat Alami; dan
  5. memperkuat peran serta masyarakat dalam melestarikan Habitat Alami.

Penjelasan

Umum:

  • Bangsa Indonesia dikaruniai oleh Tuhan Yang Maha Esa kekayaan alam yang sangat luar biasa, berupa keanekaragaman sumber daya alam baik hayati maupun non hayati. Potensi keanekaragaman sumber daya hayati perlu dikelola dan dimanfaatkan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat di masa kini maupun masa mendatang dengan menerapkan prinsip-prinsip kelestarian dan keberlanjutan.
  • Filosofi Daerah Istimewa Yogyakarta “Hamemayu Hayuning Bawono” mempunyai makna yang dalam, yakni membuat dunia menjadi semakin hayu “indah”. Pemerintah Daerah bersama setiap orang yang menjadi warga DIY mempunyai tanggung jawab menjadikan dunia, berupa manusia, Satwa, Tumbuhan, alam, dan lingkungan sekitarnya menjadi indah. Untuk memberikan daya dukung terhadap Keanekaragaman Hayati yang merupakan anugerah luar biasa dari Tuhan Yang Maha Kuasa diperlukan Habitat Alami yang baik. Filosofi Hamemayu Hayuning Bawana merupakan konsep yang diterapkan untuk pengelolaan lingkungan dan masyarakat yang mengedepankan harmoni antara manusia dengan lingkungannya.
  • Tradisi masyarakat Yogyakarta dengan keunikannya secara sadar dipelihara dan dikembangkan. Pelestarian tradisi dan budaya memerlukan sarana (uba rampe) yang berasal dari alam baik Satwa maupun Tumbuhan.
  • Undang Undang Nomor 5 Tahun 1994 tentang Pengesahan United Nations Convention On Biological Diversity (Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa Mengenai Keanekaragaman Hayati) mengarahkan untuk adanya Habitat Alami sebagai tempat tumbuh dan berkembangnya setiap makhluk hidup secara alami.
  • Memperhatikan perkembangan lingkungan hidup yang merupakan Habitat Alami Satwa dan Tumbuhan semakin terdesak karena perkembangan pemenuhan kebutuhan manusia maupun kerusakan yang disebabkan oleh bencana alam yang mengancam kelestarian Habitat Alami sebagai faktor penting kelestarian Keanekaragaman Hayati, maka dipandang perlu mengatur Habitat Alami.
  • Pelestarian Habitat Alami dengan memperhatikan prinsip tata pemerintahan yang baik, serta harmonisasi berbagai aspek Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan ekosistemnya bagi kesejahteraan masyarakat yang berkelanjutan.

Pasal per pasal:

  • Kelestarian adalah usaha pengendalian/pembatasan dalam Pelindungan, Pengembangan dan Pemanfaatan Habitat Alami dan ekosistemnya.
  • Keterpaduan adalah pengintegrasian kebijakan dengan perencanaan berbagai sektor pemerintahan secara horizontal dan secara vertikal antara Pemerintah, Pemerintah Daerah, Pemerintah Kabupaten/Kota dan Pemerintah Desa.
  • Partisipasi Masyarakat adalah bentuk tanggung jawab masyarakat terhadap upaya Pelestarian Habitat Alami, yang dapat berupa menyebarluaskan informasi, melakukan pengawasan, memantau dan mencegah terjadinya pelanggaran, meminta informasi kepada instansi atau pihak terkait, memberi masukan kepada Pemerintah Daerah, Pemerintah Kabupaten/Kota dan Pemerintah Desa dan/atau melaporkan terjadinya pelanggaran terhadap Pelestarian Habitat Alami.
  • Pengakuan Terhadap Kearifan Lokal adalah kecerdikan, kebijaksanaan, kecerdasan setempat yang diperoleh berdasarkan pengalaman manusia menghadapi alam lingkungannya, merupakan sesuatu yang didambakan sebagai hal yang paling ideal dan melekat pada obyek, gagasan, dan pengalaman manusia dalam bercipta, berasa, dan berkarya.
  • Keberlanjutan adalah bahwa Habitat Alami dapat dimanfaatkan untuk masa kini dan masa yang akan datang guna peningkatan kesejahteraan rakyat khususnya yang berkaitan dengan budaya dengan mengutamakan kelestariannya.
  • Manfaat adalah bahwa Habitat Alami dapat dimanfaatkan untuk masa kini dan masa yang akan datang guna peningkatan kesejahteraan rakyat khususnya yang berkaitan dengan budaya dengan mengutamakan kelestariannya.

Perda DIY No. 7 Tahun 2016 tentang Baku Mutu Air Limbah

Ketentuan Umum, antara lain:

  1. Air limbah adalah sisa dari suatu usaha dan/atau kegiatan yang berwujud cair.
  2. Baku Mutu Air Limbah adalah ukuran batas atau kadar unsur pencemar dan/atau jumlah unsur pencemar yang ditenggang keberadaannya dalam air limbah yang akan dibuang atau dilepas ke dalam sumber air dari suatu usaha dan/atau kegiatan yang meliputi kegiatan industri, pelayanan kesehatan dan jasa pariwisata.
  3. Usaha dan/atau kegiatan adalah usaha dan/atau kegiatan yang berpotensi menimbulkan pencemaran lingkungan hidup.
  4. Industri adalah kegiatan ekonomi yang mengolah bahan mentah, bahan baku, barang setengah jadi dan/atau barang jadi menjadi barang dengan nilai yang lebih tinggi untuk penggunaannya termasuk kegiatan rancang bangunan dan perekayasaan industri yang meliputi industri tekstil, industri pelapisan logam, industri penyamakan kulit, industri pulp dan kertas, industri karet, industri gula, industri tapioka, industri ethanol, industri mono sodium glutamate, industri kayu lapis, industri pengolahan susu, industri bir, industri minuman ringan, industri cat, industri farmasi, industri sabun, industri pengolahan buah, industri pengolahan sayuran, industri tahu, industri tempe, industri kecap, industri pengalengan ikan, udang dan lainnya, industri soda kostik/khlor, industri pupuk, industri baterai kering, industri batik, industri percetakan, industri lampu listrik, industri wig, industri Virgin Coconut Oil, industri genteng beton, industri potong batu, industri minyak kayu putih, industri laundry, kegiatan terminal/stasiun/bandara, industri mie, bihun, dan soun, industri biskuit dan roti, industri meubel/furniture, industri lem, industri jamu, industri kacang garing, industri keramik dan ubin, industri rumah pemotongan hewan, industri rumah pemotongan unggas, industri otomotif/karoseri, kegiatan tempat pembuangan akhir sampah, kegiatan depo minyak bumi dan Stasiun Pengisian Bahan bakar Umum, kegiatan Instalasi Pengolahan Air Limbah domestik komunal, Instalasi Pengolahan Air Limbah tinja komunal, kegiatan bengkel dan/atau cuci mobil/motor, kegiatan peternakan babi dan sapi, industri perakitan logam alat pertanian dan kesehatan dan kegiatan industri lainnya.
  5. Pelayanan Kesehatan adalah sarana upaya kesehatan yang menyelenggarakan kegiatan pelayanan kesehatan serta dapat berfungsi sebagai tempat pendidikan tenaga kesehatan dan penelitian.
  6. Jasa Pariwisata adalah jasa yang diberikan dalam bentuk pelayanan pariwisata yang meliputi hotel berbintang, hotel melati, dan jasa pariwisata lainnya.

Pengaturan penetapan Baku Mutu Air Limbah bertujuan untuk:

  1. pedoman bagi Bupati/Walikota dalam mengeluarkan izin pembuangan air limbah;
  2. pedoman bagi Bupati/Walikota dalam memberikan saran, arahan, petunjuk dan pembinaan kepada penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan;
  3. mencegah terjadinya pencemaran air;
  4. mewujudkan kualitas air yang sesuai dengan peruntukannya;
  5. menjamin pelestarian fungsi lingkungan hidup;
  6. penilaian dokumen lingkungan, rekomendasi dan izin lingkungan; dan
  7. instrumen pengendalian pencemaran lingkungan.

Penjelasan

Umum:

  • Manusia dan lingkungan adalah dua hal yang tidak dapat dipisahkan. Dalam sebagian besar aktivitasnya, baik secara langsung maupun tidak langsung, manusia membutuhkan lingkungan untuk memenuhi kebutuhannya. Interaksi antara manusia dan lingkungan tersebut jika dilakukan dengan tidak bertanggung jawab akan mengganggu keseimbangan dan kelestarian alam, yang pada akhirnya akan berdampak pada kehidupan manusia itu sendiri. Oleh karena itu, perlu upaya menjaga kelestarian lingkungan supaya lingkungan dapat berfungsi sebagaimana mestinya dan dapat dimanfaatkan manusia secara optimal.
  • Dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Pasal 28H ayat (1) disebutkan bahwa “Setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal, dan mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat serta berhak memperoleh pelayanan kesehatan”, sehingga lingkungan hidup yang baik dan sehat merupakan hak asasi dan hak konstitusional bagi setiap warga negara. Oleh karena itu pemerintah dan pemangku kepentingan wajib untuk melakukan perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup dalam melaksanakan pembangunan berkelanjutan agar lingkungan hidup tetap menjadi penunjang hidup bagi rakyat Indonesia serta makhluk hidup lainnya.
  • Kegiatan pembangunan yang didukung ilmu pengetahuan dan teknologi, selain meningkatkan kualitas hidup dan merubah gaya hidup manusia, juga mengandung resiko terjadinya pencemaran dan kerusakan lingkungan apabila tidak arif bijaksana dalam melaksanakannya. Dalam konteks pembangunan di Daerah Istimewa Yogyakarta yang sangat dinamis, muncul beragam usaha dan kegiatan oleh manusia, diantaranya dalam bentuk industri, pelayanan kesehatan, dan jasa pariwisata. Ketiga jenis kegiatan tersebut berpotensi
  • menghasilkan air limbah. Air limbah sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 82 Tahun 2001 tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air diperbolehkan dibuang ke media lingkungan, dalam hal ini air sungai dengan izin tertulis dari Bupati/Walikota dan telah memenuhi baku mutu yang dipersyaratkan.
  • Air sungai merupakan sumber daya alam yang memenuhi hajat hidup orang banyak sehingga perlu dilindungi agar terus memberikan manfaat bagi kehidupan manusia serta makhluk hidup lainnya. Penurunan kualitas air sungai akan menurunkan daya guna, hasil guna, produktivitas, daya dukung, dan daya tampung dari sumber daya air tersebut. Untuk menjaga kualitas air agar sungai dapat dimanfaatkan secara berkelanjutan, maka perlu upaya pelestarian dan/atau pengendalian pencemaran. Salah satu upaya pengendalian pencemaran air sungai adalah dengan menetapkan Baku Mutu Air Limbah kegiatan industri, pelayanan kesehatan, dan jasa pariwisata yang air limbahnya akan dibuang ke sungai tersebut.
  • Sejak tahun 2010, Pemerintah Daerah telah memiliki Peraturan Gubernur Nomor 7 Tahun 2010 tentang Baku Mutu Limbah Cair bagi Kegiatan Industri, Pelayanan Kesehatan, dan Jasa Pariwisata sebagai dasar penentuan kualitas air limbah yang boleh dibuang ke badan air. Peraturan Gubernur Nomor 7 Tahun 2010 tersebut merupakan aturan untuk menjawab kebutuhan-kebutuhan mendesak di Daerah Istimewa Yogyakarta, khususnya baku mutu air limbah. Namun dalam pelaksanaannya ditemui kendala sehingga perlu dilakukan evaluasi terhadap peraturan tersebut. Kendala tersebut antara lain meliputi nilai ambang batas yang lebih ketat sehingga sulit untuk dipenuhi pelaku usaha/kegiatan, serta kendala perangkat laboratorium yang belum mampu menguji jenis parameter tertentu.
  • Dalam rangka menindaklanjuti evaluasi terhadap Peraturan Gubernur Nomor 7 Tahun 2010 tersebut dan berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 82 Tahun 2001 tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air dalam Pasal 12 ayat (2) yang berbunyi “Baku Mutu Air Limbah di Pemerintah Daerah Provinsi ditetapkan dengan Peraturan Daerah Provinsi” serta dalam Peraturan Daerah DIY Nomor 3 Tahun 2015 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup Pasal 20 ayat (4) yang berbunyi “Ketentuan lebih lanjut mengenai baku mutu air limbah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sampai dengan ayat (3) ditetapkan dengan Peraturan Daerah”, maka dipandang perlu untuk menetapkan Peraturan Daerah tentang Baku Mutu Air Limbah di Daerah Istimewa Yogyakarta. Dengan ditetapkannya Peraturan Daerah ini diharapkan dapat memenuhi kebutuhan yang sesuai dengan situasi kondisi di daerah, selanjutnya air limbah lebih terkendali, pencemaran lingkungan dapat diturunkan, serta kondisi lingkungan hidup menjadi semakin baik.

Kunjungan II

Jpeg

IPAL Komunal di Sewon, Bantul, DIY

(dikelola oleh Dinas Pekerjaan Umum, Perumahan dan Energi Sumber Daya Mineral Daerah Istimewa Yogyakarta)

Pendahuluan

  • Balai IPAL Sewon merupakan unit pelaksana teknis (UPT) dari Dinas Pekerjaan Umum, Perumahan dan Energi Sumber Daya Mineral DIY.
  • Dibangun mulai awal Januari 1994 – Desember 1995 dan beroperasi tahun 1996.
  • Hibah dari Pemerintah Jepang senilai Rp. 59 M.
  • Dibangun di atas lahan seluas 6,7 Ha di Dusun Cepit, Desa Pendowoharjo, Kecamatan Sewon, Kabupaten Bantul, DIY.
  • Digunakan untuk mengolah limbah rumah tangga tipe black water dan grey water (kamar mandi, air cucian, WC, dapur).
  • Proses pengolahan secara Biologi dengan sistem Laguna Aerasi Fakultatif.
  • Bertujuan untuk mencegah bibit penyakit yang ditimbulkan oleh kotoran-kotoran yang mencemari air permukaan tersebut.
  • Air limbah rumah tangga yang berasal dari Kawasan Perkotaan Yogyakarta (KPY) dialirkan melalui jaringan perpipaan secara gravitasi menuju ke IPAL Sewon.
  • Air Limbah rumah tangga yang telah diolah/dimurnikan di IPAL Sewon akan dikeluarkan ke Sungai Bedog melalui pipa beton dan kanal saluran terbuka dimana Sungai Bedog termasuk dalam Pengendalian Saluran Limbah golongan II yang dinyatakan dalam KepMen LH dan BOD keluaran berada di bawah nilai 50 mg/L.
  • Di IPAL Sewon juga ada Instalasi Pengolahan Lumpur Tinja (IPLT) dengan kapasitas 60 m3/hari.
  • Dibangun pada tahun 2014-2015 dan mulai dioperasikan tahun 2016.
  • Sebelum masuk ke IPLT truck Tangki tinja yang membuang lumpur tinjanya masuk melalui alat untuk memisahkan antara padatan dan cairan (Sludge Acceptance Plant/SAP Huber), dan baru cairannya masuk ke IPLT.
  • Outlet dari IPLT dimasukkan ke pretreatment IPAL dan bercampur dengan air limbah yang berasal dari jaringan air limbah terpusat.

Standard Rancangan

  • Rerata debit : 15,500 m3/hari (179 L/detik)
  • Debit maksimum : 30,768 m3/hari (356 L/detik)
  • Beban BOD : 5,103 kg/hari (46 g/org/hari)
  • BOD Influent : 332 mg/L
  • BOD Effluent : 30 – 40 mg/L

Realisasi

  • Rerata Debit Masuk : 750 m3/hari

Data Teknis

 ipal1

Daerah Pelayanan

  • Meliputi hampir seluruh wilayah Kota Yogyakarta (13 Kecamatan dari 14 Kecamatan yang ada).
  • Sebagian wilayah di Kab. Sleman bagian selatan (3 Kecamatan) meliputi: Kec. Depok, Kec. Mlati, dan Kec. Ngaglik.
  • Sebagian wilayah di Kab. Bantul bagian utara (3 Kecamatan) meliputi: Kec. Banguntapan, Kec. Kasihan, dan Kec. Sewon.

Regulasi

  • Pergub No 7 tahun 2010. tentang Baku mutu limbah cair untuk kegiatan industri lainnya.
  • Keputusan Gubernur DIY no 214/KPTS/1991 tentang Baku mutu air, badan air golongan C.
  • Peraturan Daerah DIY No.2 tahun 2013 Tentang Pengelolaan Air Limbah Domestik.
  • Pergub Diy No.82 Tahun 2014 Tentang Organisasi Dan Tatakerja Unit Pelaksana Teknis Dinas Dan UPT Lembaga Teknis Daerah
  • Perda No. 4 Tahun 2016 Tentang perubahan kedua atas Peraturan Daerah Provinsi DIY No.12 Tahun 2011 Tentang retribusi Jasa Usaha.

Foto-foto

ipal9

ipal10

ipal11

ipal12

 

Kunjungan III

Jpeg

Kampung Proklim di Padukuhan Pendulan, Desa Sumberagung, Kecamatan Moyudan, Kabupaten Sleman, DIY

Sekilas tentang Program Kampung Iklim

A. Pengertian

  1. Kampung adalah wilayah administrasi yang terdiri atas rukun warga, dusun atau dukuh, kelurahan arau desa, dan wilayah administrasi lain yang dipersamakan dengan itu.
  2. Program Kampung Iklim (Proklim) adalah program berlingkup nasional yang dikelola oleh Kementrian Lingkungan Hidup dalam rangka mendorong masyarakat untuk melakukan peningkatan kapasitas adaptasi terhadap dampak perubahan iklim dan penurunan emisi gas rumah kaca serta memberikan penghargaan terhadap upaya-upaya adaptasi dan mitigasi perubahan iklim yang telah dilaksanakan di tingkat lokal sesuai dengan kondisi wilayah.
  3. Adaptasi perubahan iklim adalah upaya yang dilakukan untuk meningkatkan kemampuan dalam menyesuaikan diri terhadap perubahan iklim, termasuk keragaman iklim dan kejadian iklim ekstrim sehingga potensi kerusakan akibat perubahan iklim berkurang, peluang yang ditimbulkan oleh perubahan iklim dapat dimanfaatkan, dan konsekuensi yang timbul akibat perubahan iklim dapat diatasi.
  4. Mitigasi perubahan iklim adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan dalam upaya menurunkan tingkat emisi gas rumah kaca sebagai bentuk upaya penanggulangan dampak perubahan iklim.

B. Tujuan

Umum

Program Kampung Iklim dilaksanakan dengan tujuan untuk meningkatkan pemahaman mengenai perubahan iklim dan dampak yang ditimbulkannya sehingga seluruh pihak terdorong untuk melaksanakan aksi nyata yang dapat memperkuat ketahanan masyarakat menghadapi perubahan iklim serta memberikan kontribusi terhadap upaya pengurangan emisi GRK. Hal lain yang diharapkan dapat tercapai melalui pelaksanaan ProKlim adalah:

  1. Menumbuhkan kemandirian masyarakat dalam melaksanakan adaptasi perubahan iklim, termasuk menjaga nilai-nilai kearifan tradisional atau lokal yang dapat mendukung upaya penanganan perubahan iklim dan pengendalian kerusakan lingkungan secara umum.
  2. Menjembatani kebutuhan masyarakat dan pihak-pihak yang dapat memberikan dukungan untuk pelaksanaan aksi adaptasi dan mitigasi perubahan iklim.
  3. Meningkatkan kerjasama seluruh pihak di tingkat nasional dan daerah dalam memperkuat kapasitas masyarakat untuk melaksanakan upaya adaptasi dan mitigasi perubahan iklim.
  4. Menumbuhkan gerakan nasional adaptasi dan mitigasi perubahan iklim melalui pelaksanaan kegiatan berbasis masyarakat yang bersifat aplikatif, adaptif dan berkelanjutan.
  5. Mengoptimalkan potensi pengembangan kegiatan adaptasi dan mitigasi perubahan iklim yang dapat memberikan manfaat terhadap aspek ekologi, ekonomi dan pengurangan bencana iklim.
  6. Mendukung program nasional yang dapat memperkuat upaya penanganan perubahan iklim secara global seperti gerakan ketahanan pangan, ketahanan energi, peningkatan kesejahteraan masyarakat dan pencapaian target penurunan emisi sebesar 26% pada tahun 2020 dibandingkan dengan jika tidak dilakukan upaya apapun.

Khusus

Tujuan Khusus Program Kampung Iklim adalah:

  1. Mengidentifikasi kegiatan adaptasi dan mitigasi perubahan iklim serta potensi pengembangannya di tingkat lokal.
  2. Memberikan pengakuan terhadap aksi lokal yang telah dilakukan masyarakat untuk mendukung upaya adaptasi dan mitigasi perubahan iklim.
  3. Mendorong penyebarluasan kegiatan adaptasi dan mitigasi perubahan iklim yang telah berhasil dilaksanakan pada lokasi tertentu untuk dapat diterapkan di daerah lain sesuai dengan kondisi wilayah dan kebutuhan masyarakat setempat.

C. Manfaat

Manfaat Program Kampung Iklim meliputi:

  1. meningkatnya ketahanan masyarakat dalam menghadapi variabilitas iklim dan dampak perubahan iklim;
  2. terukurnya potensi dan kontribusi pengurangan emisi GRK suatu lokasi terhadap pencapaian target penurunan emisi GRK nasional;
  3. tersedianya data kegiatan adaptasi dan mitigasi perubahan iklim serta potensi pengembangannya di tingkat lokal yang dapat menjadi bahan masukan dalam perumusan kebijakan, strategi dan program terkait perubahan iklim;
  4. tersosialisasinya kesadaran dan gaya hidup rendah karbon;
  5. meningkatnya kemampuan masyarakat di tingkat lokal untuk mengadopsi teknologi rendah karbon.

D. Ruang lingkup

Program Kampung Iklim dapat dilaksanakan di pedesaan maupun perkotaan, dengan memperhatikan tipologi wilayah seperti dataran tinggi, dataran rendah, pesisir dan pulau kecil. Program Kampung Iklim mencakup tinjauan terhadap pelaksanaan kegiatan dan aspek:

  1. Adaptasi Perubahan Iklim;
  2. Mitigasi Perubahan Iklim;
  3. Kelompok Masyarakat dan Dukungan Berkelanjutan.

Uraian kegiatan yang dapat dilaksanakan oleh masyarakat dalam kerangka Program Kampung Iklim adalah sebagai berikut:

Adaptasi Perubahan Iklim

Pengendalian kekeringan, banjir, dan longsor

  • Pemanenan air hujan : embung, penampungan air hujan, lubang penampungan air.
  • Peresapan air : biopori, sumur resapan, Bangunan Terjunan Air (BTA), rorak, dan Saluran Pengelolaan Air (SPA).
  • Perlindungan dan pengelolaan mata air : penanaman, membuat aturan, bangunan pelindung.
  • Penghematan penggunaan air : penggunaan kembali air, pembatasan penggunaan air.
  • Penyediaan sarana dan prasarana pengendalian banjir : pembangunan dan pengaturan bendungan dan waduk banjir, tanggul banjir, palung sungai, pembagi atau pelimpah banjir, daerah retensi banjir, dan sistem polder.
  • Sistem peringatan dini (early warning system ) : Sistem Peringatan Banjir , jalur evakuasi, pelaporan hasil pemantauan, penyampaian informasi secara cepat dengan alat komunikasi tradisional maupun modern.
  • Rancang bangun yang adaptif : meninggikan struktur bangunan, rumah panggung atau rumah apung.
  • Terasering : yang dilengkapi saluran peresapan, saluran pembuangan air, serta tanaman penguat teras yang berfungsi sebagai pengendali erosi dan longsor.
  • Penanaman vegetasi.

Peningkatan ketahanan pangan

  • Sistem pola tanam : monokultur dan pola polikultur (tumpang sari, tumpang gilir, tanaman bersisipan tanaman campuran, dan tanaman bergiliran.
  • Sistem irigasi/drainase meliputi prasarana irigasi, air irigasi, manajemen irigasi, kelembagaan pengelolaan irigasi, dan sumber daya manusia. Membangun waduk, waduk lapangan, bendungan bendung, pompa, dan jaringan drainase yang memadai, mengendalikan mutu air, serta memanfaatkan kembali air drainase.
  • Pertanian terpadu (integrated farming/mix farming ) : menggabungkan kegiatan pertanian, peternakan, perikanan, kehutanan dan ilmu lain yang terkait dengan pertanian dalam satu lahan sehingga dapat meningkatkan produktifitas lahan dan memperkuat ketahanan pangan.
  • Pengelolaan potensi lokal : upaya perlindungan, pengembangan, dan pemanfaatan tanaman dan hewan lokal yang dapat mendukung peningkatan ketahanan terutama yang memiliki potensi untuk beradaptasi terhadap kondisi iklim ekstrim.
  • Penganekaragaman tanaman pangan sehingga jika terjadi kegagalan panen pada jenis tertentu masih ada jenis tanaman lain yang dapat dipanen.
  • Sistem dan teknologi pengelolaan lahan dan pemupukan :
  • Padi hemat air (model irigasi berselang/bertahap (intermittent irigation ), dan tabela (tanam benih langsung/seeded rice).
  • Penggunaan pupuk unsur hara mikro misalnya Si.
  • Pengelolaan lahan tanpa bakar (seresah dimanfaatkan untuk pupuk organik dan mulsa.
  • Teknologi minapadi.
  • Precision farming (mengutamakan presisi (ketepatan), seperti tepat waktu, tepat dosis pupuk, dan tepat komoditas.
  • Padi apung.
  • Pertanian organik.
  • Teknologi pemuliaan tanaman dan hewan ternak (untuk memperoleh bibit yang secara genetik baik menyeleksi/hibridasi, mutasi genetic dan rekayasa genetik untuk menghasilkan varietas yang tahan terhadap cuaca ekstrim akibat perubahan iklim seperti panas yang terik, kekeringan, dan hujan angin).
  • Pemanfaatan lahan pekarangan.

Penanganan atau antisipasi kenaikan muka laut, rob, intrusi air laut, abrasi, ablasi atau erosi akibat angin, gelombang tinggi.

  • Struktur pelindung alamiah : penanaman vegetasi pantai (seperti ketapang cemara laut, mangrove, dan pohon kelapa), melindungi gumuk pasir serta pengelolaan terumbu karang.
  • Struktur perlindungan buatan : memperkuat pantai, mengubah laju transpor sedimen, mengurangi energi gelombang, reklamasi.
  • Struktur konstruksi bangunan : rumah panggung.
  • Penyediaan air bersih: sumur, hidran umum, kran umum dan terminal air.
  • Sistem pengelolaan pesisir terpadu : keterpaduan meliputi dimensi sektor, ekologis, hirarki pemerintahan, dan disiplin ilmu.
  • Mata pencaharian alternatif : budidaya kepiting dan penggantian spesies ikan yang adaptif terhadap perubahan iklim.

Pengendalian penyakit terkait iklim (demam berdarah, malaria, diare dan penyakit akibat vektor lainnya).

  • Pengendalian vektor : menurunkan populasi vektor serendah mungkin, menghindari kontak masyarakat dengan vector. 3M (menguras, menimbun,menutup) sarang nyamuk, pengendalian perindukan nyamuk dan tikus, memperbaiki lingkungan agar tidak ada genangan air), memasukkan ikan dalam kolam/pot tanaman membentuk Tim Jumantik.
  • Sistem kewaspadaan dini : mengantisipasi terjadinya penyakit terkait perubahan iklim seperti diare, malaria DBD.
  • Sanitasi dan air bersih : pasokan air yang bersih dan aman, pembuangan limbah dari hewan, manusia dan industri yang efisien, perlindungan makanan dari kontaminasi biologis dan kimia, udara yang bersih dan aman, rumah yang bersih dan aman.
  • Perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS) : mencuci tangan dengan sabun, menggunakan jamban sehat dan menggunakan air bersih.

Mitigasi Perubahan Iklim

Pengelolaan sampah dan limbah padat, berupa: pewadahan dan pengumpulan, pengolahan, pemanfaatan, penerapan konsep zero-waste.

Pengolahan dan pemanfaatan limbah cair, meliputi :

  • Domestik : tangki septik dilengkapi dengan instalasi penangkap metana, dan memanfaatkan gas metana sebagai sumber energi baru.
  • Industri rumah tangga : IPAL anaerob yang dilengkapi penangkap gas metana.

Penggunaan energi baru, terbarukan dan konservasi energi, berupa:

  • Teknologi rendah emisi gas rumah kaca (tungku hemat energi, kompor sekam padi, kompor berbahan bakar biji-bijian non-pangan, lampu biogas, dan briket sampah.
  • Energi baru terbarukan (panas bumi, bahan bakar nabati (biofuel)), aliran air sungai, panas surya, angin, biomassa, biogas.
  • Efisiensi energy: hemat listrik, menggunakan lampu hemat energi (non-pijar), dan memaksimalkan pencahayaan alami.

Pengelolaan budidaya pertanian : menggunakan pupuk organik, pengolahan biomasa menjadi pupuk, dan model irigasi berselang/bertahap (intermittent irigation), tidak membakar jerami di sawah dan menghindari proses pembusukan jerami akibat penggenangan sawah.

Peningkatan tutupan vegetasi : Penghijauan, Praktik wanatani/agroforestri.

Pencegahan dan penanggulangan kebakaran hutan dan lahan.

Kelompok Masyarakat dan Dukungan Berkelanjutan

  1. Kelompok Masyarakat diakui keberadaannya :Ada pPengurus, Struktur organisasi, Rencana/program kerja, Aturan (AD/ART, aturan adat, aturan kelompok, dll.), Sistem kaderisasi.
  2. Dukungan kebijakan : Kearifan lokal dan kebijakan kelompok, Kebijakan desa, Kebijakan kecamatan/ kabupaten/kota.
  3. Dinamika kemasyarakatan : Tingkat keswadayaan masyarakat, Sistem pendanaan, Partisipasi gender.
  4. Kapasitas masyarakat : Penyebarluasan kegiatan adaptasi dan mitigasi ke pihak lain, Tokoh atau pemimpin local, Keragaman teknologi, Tenaga local, Kemampuan masyarakat untuk membangun jejaring.
  5. Keterlibatan pemerintah Daerah, Propinsi, Pusat.
  6. Keterlibatan dunia usaha, LSM, dan perguruan tinggi.
  7. Pengembangan kegiatan : Konsistensi pelaksanaan kegiatan dan Penambahan kegiatan.
  8. Manfaat : ekonomi, lingkungann dan pengurangan dampak kejadian iklim ekstrim.

Profil Kampung Proklim Padukuhan Pendulan

Gambaran Umum

  • Padukuhan Pendulan terletak di Desa Sumberagung, Kecamatan Moyudan dengan luas area kurang lebih 6 Hektar. Jumlah penduduk 120 KK atau 545 jiwa, 90 % mempunyai mata pencaharian petani. Sumber air melimpah baik di musim hujan maupun kemarau dengan adanya saluran irigasi di kanan kiri jalan pemukiman.
  • Kegiatan yang berbasis lingkungan telah dilaksanakan oleh masyarakat Pendulan, antara lain pengelolaan sampah mandiri di tingkat rumah tangga, pemanfaatan lahan pekarangan, pemanenan air hujan, dan berbagai kegiatan lain yang mendukung pengelolaan lingkungan secara lestari.

Potensi Kerentanan Perubahan Iklim

  • Topografi Padukuhan Pendulan berupa dataran rendah, hampir tidak pernah mengalami kejadian banjir, longsor ataupun kekeringan. Resiko terjadinya perubahan pola hujan merupakan salah satu dampak perubahan iklim dapat menjadi ancaman bagi kegiatan pertanian/perkebunan yang merupakan mata pencaharian penduduk. Dari aspek mitigasi perubahan iklim, timbulan sampah yang awalnya tidak dikelola dengan baik merupakan salah satu sumber emisi Gas Rumah Kaca.

Adaptasi Perubahan Iklim

proklim1proklim2a

proklim5

Mitigasi

proklim3

Manfaat

  • Ketersediaan air di musim kemarau untuk memenuhi kebutuhan masyarakat dan kegiatan pertanian terjaga dengan baik.
  • Berkurangnya limbah domestik desa melalui penerapan pengelolaan sampah mandiri dan daur ulang serta pengolahan limbah cair dan faces dengan IPAL komunal.
  • Vegetasi di lingkungan desa terjaga dan ketahanan pangan terjaga melalui sistem pertanian yang baik dan tetap hijau intensifikasi lahan perkarangan untuk berbagai tanaman buah-buahan dan sayuran.

Leaflet tentang ProKlim

Leaflet ProKlim_FINAL_Page_1

Leaflet ProKlim_FINAL_Page_2

Semoga bermanfaat….

<@RochMadM>

 
Leave a comment

Posted by on May 2, 2017 in luasnya ilmu

 

Tags: , , , , , , , , , , , , ,